UMN Consulting

Gen Z vs Produk Palsu: Antara Gengsi dan Keterbatasan Budget

Gen Z Lebih Suka Membeli Produk Palsu
Picture of by Risna Alfianingrum

by Risna Alfianingrum

Perilaku konsumsi Gen Z (Generasi Z) terhadap barang mewah dan barang palsu (counterfeits) menarik perhatian.

Didorong oleh gaya hidup digital dan budaya flexing di media sosial, beberapa merasa tertekan untuk memiliki barang mewah meski dengan budget terbatas.

Meskipun kesadaran akan dampak buruk barang palsu semakin meningkat, fenomena ini masih berkembang.

Artikel ini akan membahas mengapa fenomena ini muncul, dampaknya terhadap industri barang mewah, dan bagaimana industri barang mewah dapat merespons perilaku konsumsi ini.

 

Kenapa Gen Z Suka Membeli Barang Palsu?

Kenapa Gen Z Suka Beli Barang Palsu

Yep, you read it right. Gen Z suka membeli barang palsu.

Riset EUIPO 2024 mencatat, 26% Gen Z membeli barang palsu dengan sengaja dalam setahun terakhir.

Jauh sebelumnya di tahun 2019, riset International Trademark Association menunjukkan 87% Gen Z Indonesia membeli produk palsu dalam setahun terakhir, sedangkan 72% berharap bisa mengurangi di masa depan.

Salah satu faktor pendorongnya adalah harga barang mewah yang terus meningkat. Misalnya, tas Chanel yang harganya melambung dari Rp78 juta pada 2016 menjadi Rp171 juta pada 2024.

Ini sesuai dengan temuan bahwa 50% Gen Z menganggap pembelian barang palsu dapat diterima apabila harga produk asli terlalu tinggi (EUIPO, 2024).

Namun, meski faktor harga menjadi pertimbangan, International Trademark Association menemukan 90% Gen Z Indonesia pernah mendengar tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan menganggap hal tersebut sama pentingnya dengan hak kekayaan fisik.

Ini menunjukkan bahwa meskipun mereka membeli barang palsu, mereka tidak mengabaikan nilai-nilai yang berkaitan dengan perlindungan merek dan kekayaan intelektual.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by UMN Consulting (@umn_consulting)

 

Dampak Ekonomi dan Sosial

Peredaran barang palsu memberikan dampak negatif bagi perekonomian global.

Fortune Indonesia memberitakan, perdagangan barang palsu menyumbang 3,3% dari total perdagangan dunia, yang berpotensi merugikan industri barang mewah.

Sebagai contoh, merek mewah seperti Chanel bahkan menggugat peritel barang palsu di New York senilai Rp360 triliun akibat dampak negatif peredaran barang palsu.

Selain itu, laporan dari Bain & Company menunjukkan pasar barang mewah pribadi global diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar 2% menjadi €363 miliar pada tahun 2024.

Penurunan yang tajam terjadi di China, di mana negara tersebut merupakan produsen barang palsu terbesar global, dengan Hong Kong, Uni Emirat Arab, dan Singapura menjadi pusat perdagangan barang palsu global, berdasarkan laporan EUIPO di tahun 2017.

Di Indonesia, pasar barang palsu masih berjalan, dengan pusat perbelanjaan seperti Mangga Dua dan Tanah Abang menjadi tempat utama peredarannya.

Terbukti, 85% Gen Z Indonesia percaya bahwa produk palsu masih dijual di mana-mana (INTA, 2019).

Kerugian ekonomi akibat peredaran barang palsu bukan hanya diderita produsen barang asli, namun juga konsumen yang terjebak membeli produk palsu dengan harga yang tidak sesuai.

Meskipun ada kesadaran terhadap dampak ekonomi ini, International Trademark Association (2019) menemukan 90% Gen Z baru akan membatalkan niat membeli barang palsu jika produk tersebut tidak aman.

Hal ini menunjukkan bahwa Gen Z memiliki batasan tertentu dalam memilih barang palsu, yaitu jika barang tersebut tidak membahayakan mereka. Keputusan untuk membelinya bisa jadi lebih mengutamakan faktor harga dan status sosial.

 

Dampak Terhadap Industri Barang Mewah

Bain & Company memproyeksikan pengeluaran Gen Z untuk barang mewah akan tumbuh tiga kali lipat lebih cepat dibandingkan generasi lainnya pada 2030.

Bahkan, Gen Z mulai membeli barang mewah pada usia yang lebih muda, 3 hingga 5 tahun lebih awal dibandingkan Millennial.

Dengan semakin meluasnya peredaran barang palsu, muncul pertanyaan apakah fenomena ini akan merusak potensi ekonomi industri barang mewah.

Kemungkinannya tentu selalu ada, namun Industri barang mewah perlu merespons perubahan perilaku konsumsi ini dengan lebih kreatif dan adaptif.

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk merangkul Gen Z tanpa kehilangan esensi dari eksklusivitas dan kualitas produk.

 

Menawarkan Koleksi yang Lebih Terjangkau

Salah satu langkah yang bisa diambil adalah menawarkan koleksi yang lebih terjangkau, namun tetap mempertahankan kualitas dan desain yang eksklusif.

Banyak merek mewah kini mulai merilis lini produk dengan harga yang lebih bersaing, tanpa mengurangi ciri khas mereka.

Misalnya, koleksi dengan material yang lebih ringan atau desain yang lebih minimalis bisa menjadi pilihan yang menarik bagi Gen Z, yang menginginkan barang mewah tetapi dengan budget terbatas.

 

Meningkatkan Edukasi tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

Merek mewah perlu lebih intensif dalam mengedukasi konsumen muda mengenai pentingnya membeli produk asli dan dampak negatif dari barang palsu, baik dari segi kualitas, ekonomi, maupun sosial.

Kampanye edukasi melalui media sosial atau influencer bisa menjadi cara efektif untuk menjangkau Gen Z yang lebih sadar akan isu ini.

 

Menekankan Keberlanjutan dan Tanggung Jawab Sosial

Gen Z dikenal sangat peduli dengan isu lingkungan dan sosial. Mereka cenderung memilih merek yang memiliki komitmen terhadap keberlanjutan dan tanggung jawab sosial.

Oleh karena itu, merek barang mewah yang ingin menarik perhatian Gen Z harus mulai mengintegrasikan nilai-nilai ini dalam bisnis mereka.

Dari penggunaan bahan-bahan ramah lingkungan hingga proses produksi yang etis, langkah-langkah ini tidak hanya akan menarik perhatian konsumen muda, tetapi juga membantu memperkuat citra merek sebagai bisnis yang bertanggung jawab.

 

Kesimpulan

Perilaku konsumsi Gen Z yang mencari barang mewah dengan harga lebih terjangkau, meskipun ada kesadaran terhadap pentingnya hak kekayaan intelektual, membuka peluang besar bagi industri barang mewah untuk berinovasi.

Dengan pendekatan yang tepat, brand dapat menciptakan hubungan yang lebih kuat dengan konsumen muda, sekaligus menjaga integritas dan eksklusivitas.

Hubungi UMN Consulting melalui pesan WhatsApp atau e-mail marketing@mmdn.co.id untuk mengetahui insight yang lebih spesifik dan mendalam mengenai pola perilaku dan konsumsi Gen Z.

 

Referensi

Atwal, G. (2024, October 23). Luxury brands in the age of counterfeit culture – The Robin Report. The Robin Report. Retrieved December 16, 2024, from https://therobinreport.com/luxury-brands-in-the-age-of-counterfeit-culture/

D’Arpizio, C., Levato, F., Prete, F., & De Montgolfier, J. (2024, December 12). Luxury stumbles in 2024 but can still return to solid growth. Bain & Company. Retrieved December 16, 2024, from https://www.bain.com/insights/luxury-stumbles-in-2024-but-can-still-return-to-solid-growth-snap-chart/

D’Arpizio, C., Levato, F., Prete, F., & De Montgolfier, J. (2024, November 13). Renaissance in uncertainty: Luxury builds on its rebound. Bain & Company. Retrieved December 16, 2024, from https://www.bain.com/insights/renaissance-in-uncertainty-luxury-builds-on-its-rebound/

Desy. (2024, December 13). Chanel gugat Peritel barang Mewah Rp360 triliun. fortuneidn.com. https://www.fortuneidn.com/luxury/desy/chanel-gugat-peritel-barang-mewah-rp360-triliun

Desy. (2024, September 30). Barang mewah palsu sumbang 3,3% di perdagangan global. fortuneidn.com. Retrieved December 16, 2024, from https://www.fortuneidn.com/luxury/desy/barang-mewah-palsu-sumbang-3-3-di-perdagangan-global

EUIPO. (2023). EUROPEAN CITIZENS AND INTELLECTUAL PROPERTY: PERCEPTION, AWARENESS, AND BEHAVIOUR – 2023. https://euipo.europa.eu/tunnel-web/secure/webdav/guest/document_library/observatory/documents/reports/2023_IP_Perception_Study/2023_IP_Perception_Study_FullR_en.pdf

International Trademark Association. (2019). Gen Z Insights: Brands and Counterfeit Products – Indonesia Country Report. https://www.inta.org/wp-content/uploads/public-files/perspectives/industry-research/INTA-Gen-Z-Insights-Indonesia-Report.pdf

Share this Post

Latest Article

Gen Z golput pada pemilu 2019 dan 2025
Article

Gen Z dan Ancaman Golput di Pemilu 2024

Di ranah digital, kampanye politik bernuansa negatif berpotensi membuat Gen Z, yang merupakan bagian dari pemilih tahun depan, enggan menyalurkan hak suaranya. Wajar saja, generasi

Read More
Kenapa Gen Z Suka Meme? Penjelasan Meme Marketing
Article

Kenapa Meme Marketing Disukai Gen Z?

Generasi Z (Gen Z) nggak bisa hidup tanpa meme. Bagi mereka, meme atau humor adalah cara terbaik menikmati hidup. Konsumsi mereka terhadap konten hiburan ini

Read More

Curious to Learn More?

Discover how our services could help you.